Sabtu, 15 Desember 2007

Struktur perlindungan (Sistem Persarafan)

Struktur perlindungan (Sistem Persarafan)
Kolomna vertebra dan kranium
Terdapat 8 tulang yang membentuk kranium. Sutura merupakan tempat pertemuan antara tulang-tulang. Kranium pada umumnya menutupi struktur otak dan bertindak sebagai sumber perlindungan.
Lempeng dasar pada kubah kranium memiliki tiga bagian yg rendah yang disebut fossa. Lobus frontal terletak di fosa anterior. Lobus temporal anterior dan basis diensephalon terletak di fosa tengah, sedangkan serebelum terletak di fosa posterior. Dasarnya, yang menyokong bagian bawah otak merupakan tempat yang paling rentan dari keseluruhan kubah kranium karena memiliki banyak bukaan (opening) yang disebut foramina. Dari foramina ini keluarlah serabut saraf, pembuluh darah dan korda spinalis.
Kolomna vertebra berfungsi mengelilingi dan melindungi k­orda spinalis. Korda spinalis berakhir di L1-L2.


Sawar darah-otak
Terdapat tiga sawar:
- sawar darah-otak (sdo)
- sawar darah-CSS
- sawar otak-CSS
peran utama sawar-sawar ini adalah untuk mengatur dan mempertahankan lingkungan kimia yang optimal dan stabil bagi neuron.
Sawar darah otak bersifat semi permeabel, sehingga dapat menyebabkan beberapa material melintas dan menghalangi yang lain untuk melewatinya. Hal ini disebabkan karena sel-sel endotelial yang melapisi pembuluh darah otak memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel-sel endotel yang melapisi pembluh darah organ lain. Sehingga substansi-substansi yang biasanya dapat melintasi sel endotel biasa tidak mampu melewati kerapatan ini.
Molekul besar tidak dapat melewati sawar darah otak dengan mudah, dan hanya molekul yang larut dalam lemak saja (misal: obat-obat barbiturat) yang mampu melewati sawar darah otak ini. Transportasi glukosa akan dilakukan menggunakan metode spesial.
Sel-sel glial (astrosit) membentuk lapisan mengelilingi pembuluh darah otak dan penting dalam pembentukan sawar darah otak. Astrosit juga bertanggungjawab dalam proses transportasi ion dari otak ke dalam darah.

Fungsi sawar darah otak:
- melindungi otak dari benda/ bahan asing yang terdapat dalam darah yang berbahaya bagi otak
- melindungi otak dari hormon dan neurotransmiter tubuh
- mempertahankan lingkungan yang stabil bagi otak.


Ada beberapa hal yang dapat mengganggu sawar darah otak, a.l:
hipertensi:
perkembangan sawar darah otak yang tidak sempurna saat kelahiran
hiperosmolalitas
gelombang mikro
radiasi
infeksi
trauma, iskemi, peradangan dan tekanan
Mekanisme reflek


Sistem saraf perifer
Saraf spinal dan kranial menghubungkan otak dan korda ke kulit, otot rangka, dan oragan-organ sensoris. Saraf-saraf ini hampir semuanya mempengaruhi aktifitas volunter. Setiap saraf karanial dan spinal terdiri dari sebuah axon dan sel-sel neurilemma dan batangnya.
Neuron merupakan sel saraf tunggal, sedangkan saraf (nerve) mengandung serat-serat dari banyak neuron. Sebuah saraf mengandung banyak serat yang terikat bersama dengan pembuluh darah didalamnya dan kemudian terbungkus dalam jaringan ikat. Saraf terletak di luar SS pusat. Di dalam SS pusat ikatan serat saraf disebut jalur (tract). Saraf digolongkan sebagai:
· Saraf sensoris, hanya terdiri dari neuron sensoris
· Saraf motorik, hanya terdiri dari neuron motorik
· Saraf campuran, mengandung neuron sensoris maupun motorik. Kebanyakan saraf merupakan saraf campuran.
Dua komponen utama system saraf perifer:
1. jalur sensoris (aferen) : memberikan input dari tubuh ke ssp. Saraf sensorik tepi akan menghantarkan beberapa impuls eferen untuk ditafsirkan oleh daerah sensorik dalam korteks serebri sebagai sentuhan rasa sakit, gatal, temperature yg berasal dari struktur tepi.
2. jalur motorik (eferen) membawa sinyal ke otot dan kelenjar (efektor). Impuls berjalan dari korteks serebri menuju sumsum tulang belakang melalui jalur traktus serebrospinalis atau traktur piramidalis.
KLASIFIKASI STRUKTUR SS PERIFER:

Saraf spinal
Berkembang dari serangkaian akar saraf yang berkumpul lateral sebagai akar spinal. Setiap saraf spinal terdiri dari akar sensoris (dorsal) dan akar motorik (ventral) yang akan bersatu membentuk saraf spinal. Akar sensorik muncul dari korda bagian posterolateral, sedangkan akar motorik muncul dari korda bagian anterolateral.

Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 bagian saraf cervikal, 12 pasang saraf thorasik, 5 pasang saraf lumbar dan 5 pasang saraf sakral, dan mungkin terdapat 1 pasang saraf koksigeal.

Area spesifik penerima resepsi sensoris disebut dermatom. Saraf-saraf servikal dan thorakal membentuk dermatom horisontal dan akar saraf sisanya akan menyebar melebihi posisi korda spinalis. Hal ini disebabkan oleh fase pertumbuhan vertebra lebih cepat daripada pertumbuhan korda. Sekumpulan serat saraf ini kemudian membentuk tampilan ‘menguntai” seperti ekor kuda di akhir korda, sehingga disebut ‘cauda equina’ (gb.1)





Saraf-saraf spinal keluar melalui foramen intervertebra dan terbagi menjadi empat cabang utama.
§ Cabang meningeal memasuki kanal vertebra kembali dan bertanggungjawab terhadap meninges, pembuluh darah korda, ligamen intervertebra dan vertebra
§ Cabang posterior mensuplai otot dan kulit di bagian punggung
§ Cabang anterior mensuplai otot dan kulit di bagian depan, sisi tubuh, ekstremitas
§ Cabang visera mensuplai serat-serat sistem saraf otonom.


Cabang-cabang ini kemudian bertemu kembali untuk membentuk kompleks jaringan saraf yang disebut pleksus. Tiga pleksus utama adalah:
1. Pleksus servikal: mensuplai otot dan kulit leher dan bercabang membentuk saraf phrenik yang menginervasi diafragma.
2. Pleksus brakial: mensuplai otot dan kulit bahu, aksila, lengan, tangan, kemudian bercabang membentuk saraf ulnar, median, dan radial
3. Pleksus lumbosakral: mensuplai impuls sensori dan motorik ke otot dan kulit perineum, regio gluteal, paha, kaki dan tungkai.

Saraf kranial
Nomor yang menjadi nama merupakan urutan saraf keluar dari otak dari depan ke belakang.

Saraf kranial memiliki 4 fungsi:
· Membawa info sesnoris bagi indera tertentuà penciuman, penglihatan
· Membawa informasi umum terkait sentuhan, tekanan, nyeri
· Membawa info motorik yang menghasilakn kontrol volunter otot
· Membawa info motorik yang menghasilkan sekresi dari kelenjar dan kontraksi otot jantung dan otot polos


Pemeriksaan saraf kranial penting karena :
SK berasal dari batang otak. Melakukan uji SK ini akan memberikan informasi mengenai batang otak dan pathway yang terkait dengannya.
Tiga reflek yang terkait dengan saraf kranial disebut dengan reflek pelindung (reflek kornea, reflek muntah dan reflek batuk)à hasil pemeriksaan mengindikasikan kemampuan klien melindungi struktur mata dan jalan nafas. Hal ini sangat penting bagi klien tidak sadar.
Saraf kranial dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.

Kegagalan klien dalam menghasilkan respon normal dapat diakibatkan oleh:
Kegagalan dalam menerima stimuli (kegagalan input)
Kegagalan untuk berespon dengan benar (kegagalan output)
Kombinasi dari kedua diatas



KLASIFIKASI FUNGSIONAL SS PERIFER:

a. Sistem saraf somatik
Semua saraf yg mengontrol system muscular dan reseptor sensoris eksternal disebut dengan system saraf somatic. Organ indra eksternal termasuk kedalam reseptor. Serat otot dan sel kelenjar disebut efektor.
Pada lengkung reflek simpel, misalnya pada reflek patella, stimulus dikenali oleh sel reseptor yang bersinaps dengan neuron sensoris. Neuron ini membawa impuls dari tempat asal stimulus ke sistem saraf pusat (otak atau korda spinalis). Disini neuron sensoris bersinaps dengan interneuron yang akan bersynaps dengan neuron motorik yang akan membawa impuls tersebut ke efektor, misalnya otot, yang kemudian berespon dengan cara berkontraksi. Reflex arc can also be represented by a simple flow diagram:

b. Sistem saraf otonom
Sara-saraf yang bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis à karena itu disebut juga saraf tak sadar.

Susunan saraf motorik yang mensarafi organ viseral umum, mengatur, menyelaraskan dan mengkoordinasikan aktifitas viseral vital termasuk pencernaan, suhu badan, tekanan darah dan segi perilaku emosional lainnya.
Sistem saraf otonom tergantung pada sistem saraf pusat dan antara keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan eferen ini seolah-olah berfungsi sebagai sistem saraf pusat. Saraf otonom terutama berkenaan dengan organ-organ dalam.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari korda spinalis dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
Pengaruh stimulasi SS simpatis dan SS parasimpatis :

Organ
Sympathetic System
Parasympathetic System
Eye
Tear glands
Salivary glands
Lungs
Heart
Gut
Liver
Bladder
Dilatasi
No effect
Inhibits saliva production
Dilates bronchi
Speeds up heart rate
Inhibits peristalsis
Stimulates glucose production
Inhibits urination
Constricts pupil
Stimulates tear secretion
Stimulates saliva production
Constricts bronchi
Slows down heart rate
Stimulates peristalsis
Stimulates bile production
Stimulates urination
Sistem saraf parasimpatis paling aktif dalam kondisi tenang dan tanpa stres, memainkan peranan yang penting dalam regulasi sistem pencernaan dan reproduksi, sehingga seringkali disebut divisi feed-and-breed (makan dan berkembang biak).
Sedangkan SS simpatis diaktifkan jika dalam keadaan stres dan normalnya stres merupakan keadaan yang singkat. Namun jika seseorang selalu dalam keadaan stress, SS simpatis akan memberi dampak tubuh dalam keadaan waspada. Keadaan seperti ini akan memicu penyakit. Relaksasi memutus aliran simpatis dan merupakan sawar yang baik terhadap stres.









PENGINDERAAN
Lobus oksipital (di bagian belakang kepala) menerima dan memproses informasi visual. Lobus temporal menerima sinyal auditori, memproses bahasa dan mengartikan kata-kata. Lobus parietal dihubungkan dengan korteks sensoris dan memproses informasi mengenai sentuhan, rasa, tekanan, nyeri dan temperatur. Sedangkan lobus frontal melakukan tiga fungsi:
Aktifitas motorik dan integritas aktifitas otot
Bicara
Proses berpikir


.

Manusia memiliki area bahasa (language) dan wicara (speech) di hemisfer kiri otak mereka. Komprehensi bahasa terdapat di area Wernicke. Kemampuan berbicara terdapat di area Broca. Kerusakan pada daerah ini akan menyebabkan gangguan wicara namun tidak pemahaman bahasa. Sedangkan lesi pada area Wernicke mengganggu kemampuan dalam memahami bahasa tertulis dan lisan. Bagian-bagian lainnya dari korteks terkait dengan proses berpikir tingkat tinggi, perencanaan, memori, kepribadian dan aktifitas humaniora lainnya.

1. terjadinya dekortikasi adalah saat tik meningkat sampai ke level kotikal. Merupakan fleksi abnormal yang terjadi pada lengan, pergelangan tangan dan jari-jari. Tungkai ekstensi dan rotasi internal, dengan kaki fleksi plantar
2.
1.

Jumat, 07 Desember 2007

Latar belakang riset

Latar Belakang
Riset kualitatif
PERBAIKAN KUALITAS HIDUP KLIEN PASCA PEMBEDAHAN DISCECTOMI LUMBAR YANG MELAKUKAN LATIHAN FISIK

Herniated nucleus pulposus (HNP/ herniasi diskus) merupakan gangguan pada diskus vertebra yang selalu menyebabkan gangguan rasa nyaman, yang umumnya terjadi pada punggung bagian bawah. Hal ini dikarenakan diskus yang sering mengalami perubahan anatomi ini adalah diskus vertebra lumbar. Dengan kata lain nyeri punggung bawah merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien dengan herniasi diskus. Meskipun 70-80% populasi pernah merasakan nyeri punggung selama hidup, hanya sekitar 2-4% saja yang benar-benar membutuhkan tindakan pembedahan. Dari keseluruhan studi mengenai nyeri punggung, ada 10-15% pasien menghabiskan 80-90% total seluruh biaya pelayanan kesehatan khususnya gangguan spinal, dan 1-2% pasien ini termasuk golongan mahal biaya. Perhitungan tersebut belum termasuk masa produktif yang harus terbuang, pembayaran kompensasi asuransi dan biaya lain pada masa pre serta post operasi. Juga termasuk di dalamnya adalah terganggunya masa produktif 1.

Pasien dengan diskus herniasi tahap awal (pre op) biasanya mengalami atropi otot yang disebabkan oleh restriksi aktifitas secara berkepanjangan (yang dilakukan sebelum direncanakan pembedahan), terutama pada otot punggung. Pasien cenderung untuk merasa tidak berani beraktifitas dalam kegiatan sehari-hari atau dalam bekerja. Dikarenakan otot yang atropi akan menjadi lemah dan lelah, maka tekanan terhadap otot yang lemah ini akan menyebabkan ketegangan semakin bertambah, khususnya pada diskus intervertebra dan ligamen. Jika ketegangan ini tidak segera diselesaikan maka perubahan struktur otot menjadi tidak terhindarkan. Menurut penelitian Gejo et al 3, perubahan ini tidak dapat diperbaiki bahkan dengan operasi pembedahan sekalipun.

Telah banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui apakah latihan fisik (exercise) dapat memperbaiki nyeri dan ketidakmampuan pada pasien dengan nyeri punggung dan yang telah menjalani operasi pembedahan, untuk selanjutnya akan memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.

Tujuan utama dari program latihan fisik pasca pembedahan adalah untuk mempercepat dan memaksimalkan pengembalian fungsi seoptimal mungkin, mencegah cedera dan komplikasi lebih lanjut dengan cara mencegah perubahan degeneratif 2.

Dilihat dari sebaran usia, penderita herniasi diskus paling banyak berada pada usia produktif. Gejala yang sering dirasakan adalah terjadi gangguan rasa nyaman dan ketidakmampuan sistem muskuloskeletal, yang seringkali menyebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi pola fungsional dan kebutuhan sehari-hari (activity daily living). Akibatnya seringkali terjadi penurunan kualitas hidup pada pasien dengan nyeri punggung yang diakibatkan oleh herniasi diskus ini.

Kualitas hidup klien pasca pembedahan discectomi seringkali menjadi alasan dilakukannya latihan fisik segera (early exercise program). Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Hagg6 yang menunjukkan adanya peningkatan kualitas hidup pada klien yang melakukan latihan fisik segera pasca pembedahan discectomi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup, Indeks Ketidakmampuan Oswestry (Oswestry Disability Index).

Adanya nyeri dan kecenderungan restriksi terhadap kegiatan sehari-hari maupun okupasi menyebabkan adanya ketergantungan terhadap orang lain yang dapat memicu penurunan kualitas hidup. Menurut teori keperawatan Orem, individu dewasa yang memiliki kapasitas untuk melakukan self care (self care agency) namun memiliki keterbatasan karena adanya penyakit (therapeutic self-care demands) cenderung untuk mengalami deviasi dalam kualitas kesehatannya 4.

Lebih lanjut, kemampuan individu dalam melakukan self-care ternyata berhubungan erat dengan perasaan kesinambungan dalam hidup (continued life), kesehatan dan kesejahteraan (well being).

Adanya latihan fisik pada klien pasca pembedahan discectomi bertujuan untuk mengembalikan klien pada kebiasaan dan kemampuannya dalam memenuhi self care demand sehingga tidak terjadi self care deficit yang dapat menurunkan kualitas hidup.



REFERENSI

Filiz M,Cakmak A, Ozcan E.2004.The effectiveness of exercise programs after lumbar disc surgery: a randomized controlled study. Diakses dari www.medscape.com/viewarticle/562716

Danielsen.2000. Early Aggressive Exercise for Postoperative Rehabilitation After Discectomy. Di dapat dari http://www.cebp.nl/media/m465.pdf

Gejo R, Matsui H., Kawaguchi Y, Ishihara H, Tsuji H.1999.Serial changes in trunk muscle performance after posterior lumbar surgery. Diakses dari http://www.medscape.com/viewarticle/536587_5

McQuiston et al.1995.Foundations of Nursing Theory.California: Sage Publications Inc.

Malanga GA, Girardi J, Nadler SF: " Spontaneous Healing of Anterior Cruciate Ligament Tear". Clinical Jour Sport Med, 11: 118-120, 2000. diakses dari www.ejbjs.org/cgi/content/full/80/8/1200

Hagg et al.2000.The General Function Score: a useful tool for measurement of physical disability, validity and reliability. Diakses dari www.proquest.umi.com

soal keperawatan anak

Nama mahasiswa :
NIM/NPM :


salah satu vaksin yang terbuat dari toksin bakteri adalah...
rubella
influenza
meningitis
tetanus

sel imun yang berikatan dengan protein bakteri atau kapsul virus dan membentuk sel memori utama adalah...
sel B
sel T
sel β pulau Langerhans
sel neutrofil

vaksin yang terbuat dari virus yang dilemahkan adalah...kecuali
Measles (campak)
Mumps (gondong)
Rubella
tetanus

vaksin/ imunisasi merupakan sistem kekebalan tubuh yang didapat dengan cara....
aktif natural
aktif artificial
pasif natural
pasif artificial

vaksin yang dapat diberikan pada usia dewasa...kecuali
Influenza
Pneumococcal Polysaccharide
Tetanus and Diphtheria
BCG

yang harus diperhatikan pada pemberian vaksin BCG pada anak usia 3 bulan adalah..
diberikan setelah tes tuberkulin positif
diberikan seperti biasa tanpa uji tuberkulin
diberikan setelah tes tuberkulin negatif
bukan salah satu jawaban diatas

waktu pemberian imunisasi difteri adalah...
mulai usia 3 bulan dengan selang 1 bulan sebanyak 2 x
mulai usia 2 bulan dengan selang 1-2 bulan sebanyak 2 x
mulai usia 2 bulan dengan selang 1-2 bulan sebanyak 3 x
mulai usia 3 bulan dengan selang 1-2 bulan sebanyak 3 x

pemberian vaksin polio diberikan...
sebanyak 4 kali dengan selang pemberian 1 bulan atau kurang
sebanyak 2 kali dengan selang pemberian 6 bulan atau kurang
sebanyak 4 kali dengan selang pemberian 3 bulan atau kurang
sebanyak 2 kali dengan selang pemberian 1 bulan atau kurang

salah satu penyakit/ gangguan yang memberi tampilan lumpuh layu seperti polio adalah.....kecuali
gullain barre syndrome
myastenia gravis
end-stage renal syndrome
transverse myelitis

pemberian imunisasi akan memberikan kekebalan secara...
aktif natural
aktif artificial
pasive natural
pasive artificial

Cakupan imunisasi campak yang sudah sangat tinggi (>95%), termasuk dalam tahapan...
tahap eliminasi
tahap eradikasi
tahap vitalisasi
tahap pencegahan

pola pertumbuhan dan perkembangan anak cefalokaudal berarti...
pertumbuhan dari bagian proximal ke arah distal
pertumbuhan dari bagian lengan ke arah jari
pertumbuhan dari bagian kepala ke arah kaki
pertumbuhan dari bagian distal ke arah proximal

pola pertumbuhan dan perkembangan anak dengan kematangan dari mengendalikan lengan menuju ke pengendalian jari ...
proximodistal
cefalocaudal
epigenesis
neogenesis

hubungan yang dibentuk dengan teman-teman di lingkungannya dapat menjadi sumber eksplorasi body image...
dari aspek sosial yang didapat oleh anak
dari aspek fisiologis yang didapat oleh anak
dari aspek psikologis yang didapat oleh anak
dari aspek spiritual yang didapat oleh anak

harga diri pada toddler dapat ditunjukkan oleh...
tidak berusaha mencari penerimaan dari orang dewasa di sekitarnya
usaha menolak pertemanan dari sebaya
melakukan perilaku egosentris
jawaban a, b dan c benar

perbedaan siklus tidur pada anak dan bayi dibandingkan dewasa adalah...
lebih banyak fase REM daripada dewasa
berada paling banyak di fase 3 dan 4 non REM
berada paling banyak di fase 1 dan 2 non REM
berada paling banyak di fase 1 dan 2 REM
urutan yang benar dalam fase tumbuh kembang menurut Freud:
oral-anal-falic-laten-genital
oral-anal-laten-falic-genital
oral-falik-anal-laten-genital
oral-anal-falic-genital-laten
tokoh yang mempopulerkan tumbuh kembang anak dengan teori “perkembangan moral”-nya adalah
Piaget
Sullivan
Kohlberg
Eriksson
tahapan dimana anak akan bertingkah laku menurut moral “goodboy-good girl” menurut Kohlberg dikenal dengan tahapan...
konvensional
prekonvensional
c. post konvensional
d. midtrust
pada masa ini anak akan berinisiatif untuk mengendalikan diri terhadap aktifitasnya. Pernyataan ini sesuai dengan fase inisitif vs rasa bersalah...
dinyatakan oleh Kohlberg terjadi pada usia sekolah
dinyatakan oleh Freud terjadi pada usia toddler
dinyatakan oleh Eriksson terjadi pada usia pra sekolah
dinyatakan oleh Sullivan terjadi pada usia sekolah

Intervensi Keperawatan pada klien dengan meningitis

INTERVENSI KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MENINGITIS

Diagnosa Keperawatan 1
Ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan pembengkakan jaringan serebral, gangguan aliran darah sekunder terhadap perdarahan, hematoma, odema, trombus, embolus atau spasme

Definisi
Suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat seluler
a. Karateristik :
Subyektif :
- Nyeri kepala
- Pusing
- Kehilangan memori
- Bingung
- Kelelahan
- Kehilangan visual
- Kehilangan sensasi

Obyektif :
- Bingung / disorientasi
- Penurunan kesadaran
- Perubahan status mental
- Gelisah
- Perubahan motorik
- Dekortikasi
- Deserebrasi
- Kejang
- Dilatasi pupil
- Edema papil

b. Intervensi Kepererawatan / NIC :
1) Peningkatan Perfusi Serebral : Peningkatan keadekuatan perfusi dan pembatasan dari komplikasi untuk pasien yang mengalami atau beresiko untuk terjadi ketidakadekuatan perfusi serebral
2) Pemantauan Tekanan Intra Kranial : Pengukuran dan interpretasi data pasien untuk mengatur tekanan intrakranial
3) Pemantauan Neurologis : Pengumpulan dan analisis data pasien untuk mencegah atau mengurangi komplikasi neurologis
4) Terapi oksigen
5) Penatalaksanaan Sensasi Perifer : Pencegahan atau pengurangan cedera atau ketidaknyamanan pada pasien dengan perubahan sensasi

c. Aktifitas Keperawatan
1) Peningkatan perfusi serebral
- Konsultasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik
- Buat kondisi hipertensi dengan penambahan volume atau inotropik atau agen vasokontriksi atau yang direkomendasikan untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral
- Pemberian obat vasoaktif untuk mempertahankan hemodinamik
- Pemberian agen untuk meningkatkan volume intravaskuler (koloid, kristaloid)
- Monitor protrombin time dan partial tromboplastin time bila menggunakan hetastarch
- Berikan agen reologik (manitol dosis rendah, dekstran)
- Pertahankan level hematokrit sekitar 33 % untuk terapi hipervolemi hemodilusi
- Pertahankan level glukosa darah dalam kondisi normal
- Konsul dengan dokter untuk menentukan tingginya kepala dari tempat tidur 15 atau 30 derajat dan observasi respon pasien
- Cegah fleksi leher atau fleksi lutut yang berlebihan
- Pertahankan PCO2 sekitar 25 mmHg atau lebih
- Berikan dan monitor efek osmotik, diuretik dan kortikosteroid
- Berikan obat nyeri
- Monitor status neurologi
- Hitung dan monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor tekanan intra kranial pada saat melakukan tindakan perawatan
- Monitor status respirasi : kecepatan, irama, dan kedalaman pernafasan serta kadar PO2 dan PCO2, pH dan bikarbonat
- Dengarkan suara paru adanya krekless atau suara nafas tambahan lain
- Monitor tanda adanya kelebihan cairan (ronchi, JVD, edema, peningkatan sekresi paru)
- Monitor perfusi oksigen ke jaringan (SaO2, Hb)
- Monitor laboratorium perubahan oksigenasi atau keseimbangan asam basa
- Observasi intake out put

2) Monitor tekanan intra cranial
- Berikan informasi kepada keluarga
- Dapatkan sample cairan serebrospinal
- Catat perubahan respon pasien
- Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologi pada saat tindakan keperawatan
- Monitor intake dan out put
- Batasi pasien jika diperlukan
- Monitor suhu
- Cek adanya kaku kuduk
- Berikan antibiotik
- Posisikan pasien dengan elevasi kepala 30 – 45 derajat dengan posisi leher netral
- Minimalkan stimulasi lingkungan
- Pada saat melakukan tindakan keperawatan cegah peningkatan tekanan intrakranial

3) Pemantauan neurologis
- Monitor ukuran, bentuk pupil dan kesimetrisannya serta reaksi terhadap cahaya
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor tingkat orientasi
- Monitor GCS
- Monitor memori jangka pendek, perhatian, afek, perasaan dan tingkah laku
- Monitor tanda vital
- Monitor status pernafasan : analisa gas darah, pulse oksimetri, kedalaman nafas, pola dan kecepatan pernafasan
- Monitor refleks kornea
- Monitor batuk dan reflek muntah
- Monitor tonus otot dan gerakan otot, gaya berjalan, proprioseptik
- Monitor kekuatan genggaman
- Monitor adanya tremor
- Monitor kesimetrisan wajah
- Monitor lidah yang menonjol keluar
- Monitor adanya gangguan visual : diplopia, nistagmus, pandangan kabur
- Catat keluhan nyeri kepala
- Monitor karakteristik bicara : afasia
- Monitor respon terhadap stimulus : verbal, taktil
- Monitor adanya parestesia, mati rasa
- Monitor sensasi bau
- Monitor respon babinski
- Cegah aktifitas yang meningkatkan tekanan intrakranial

4) Terapi oksigen
- Siapkan peralatan oksigen
- Berikan tambahan oksigen
- Monitor aliran oksigen
- Instruksikan kepada pasien tentang pentingnya terapi oksigen
- Cek oksigen secara periodic
- Monitor efektifitas terapi oksigen
-
Diagnosa Keperawatan 2
Nyeri akut yang berhubungan denganagen pencedera biologis, proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
Defenisi :pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ( international association for the study of pain); awitan yang tiba – tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan
Batasan Karakteristik :
Data subjektif
- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat nyeri

Data Objektif
- Gerakan menghindari nyeri
- Posisi menghindari nyeri
- Perubahan autonomic dari tonus otot
- Respon – respon otonomik misalnya diaphoresis tekanan darah, pernafasan, perubahan nadi, dilatasi pupil
- Perubahan nafsu makan
- Prilaku distraksi
- Prilaku ekspresif
- Wajah topeng ( gerimisan )
- Prilaku menjaga atau melindungi
- Focus menyempit
- Bukti yang dapat diamati
- Berfokus pada diri sendiri

Intervensi Kepererawatan / NIC :
a. Administrasi analgesic
b. Manajemen nyeri
c. Manajemen sedasi

Aktivitas keperawatan
a. Administrasi analgesic :
· Kaji lokasi nyeri, kualitas, karakteristik dan skala nyeri sebelum pemberian obat
· Cek order dokter tentang pemberian obat
· Kaji riwayat alergi obat
· Evaluasi kemampuan pasien pada rute dandosis pemberian obat
· Pilih analgesic atau kombinasi dan bila perlu lebih dari satu sesuai order
· Catat pemberian narkotika sesuai dengan protokol
· Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
· Berikan kenyamanan pada pasien dan relaksasi
· Berikan analgesic tepat pada waktunya untuk mencegah kelemahan dan hilangnya efek analgesic terutama pada nyeri berat.
· Jelaskan tentang keefektifa analgesic.
· Pertimbangkan pemberian infuse dan bolus opioid untuk mempertahan level serum
· Evaluasi efektivitas analgesic pada saat pemberian terutama pada dosis awal, observasi tanda dan gejala yang tidak diinginkan seperti depresi respirasi, mual, muntah mulut kering dan konstipasi
· Dokumentasikan respon analgesic dan efek sampingnya
· Implementasikan tindakan untuk menurunkan efek samping analgesic
· Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis rute pemberian
· Ajarkan tentang penggunaan analgesic, strategi untuk mengurangi efek samping dan cara – cara mengekspresikan nyeri.

Aktivitas keperawatan
b. Manajemen nyeri
· Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus
· Observasi aspek non verbal akibat ketidak nyamanan khususnya akibat ketidakmampuan komunikasi
· Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasiennya dan responnya terhadap nyeri
· Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
· Kaji pengetahuan pasien dan kepercayaan pasien tentang nyeri
· Pertimbangkan pengaruh kebiasaan pada respon nyeri
· Kaji respon nyeri yang mempengaruhi pada kualitas hidup ( tidur, rasa,aktivitas, kognisi,perasaan )
· Kaji factor – factor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri
· Evaluasi pengalaman nyeri yang lalu .
· Evaluasi tindakan efektif apa yang dilakukan pada saat nyeri
· Bantu pasien dan keluarga untuk mendapatkan support
· Kaji factor pencetus yang meringankan atau menambah berat rasa nyeri
· Lakukan pengkajian tentang hal – hal yang membuat pasien nyaman dan lakukan monitoring.
· Berikan informasi tentang nyeri meliputi, penyebab,lama dan antisipasi ketidak nyamanan selama prosedur
· Kontrol factor lingkungan yang mempengaruhi ketidak nyamanan
· Kurangi factor presipitasi yang bisa meningkatkan nyeri missal ketakutan dan kelelahan.
· Pertimbangkan tindakan yang dilakukan meringankan nyeri sesuai dengan sumber nyeri
· Ajarkan kegunaan teknik non farmakologi seperti hipnotik, teknik relaksasi.

Aktivitas keperawatan
c. Manajemen sedasi :
· Reviw riwayat kesehatan pasien dan hasil tes diagnostic jika pada pasien ditemukan riwayat pemberian sedatif
· Tanyakan pada klien dan keluarga tentang riwayat pemberian sedatif
· Kaji adanya pemberian obat yang lain dan kontra indikasi pemberian sedatif
· Jelaskan pada klien dan keluarga tentang efek pemberian sedatif
· Berikan inform concet
· Evaluasi tingkat kesadaran klien dan cegah / hindari reflek sebelum pembrian sedative
· Pertahankan vital sign, saturasi oksigen, dalam batas normal
· Siapkan alat-alat resusitasi emergency terutama O2 100 %, obat-obat emergency dan depribilator
· Berikan IV line







Diagnosa Keperawatan 3
Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Definisi: Keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat di atas rentang normalnya.
Batasan Karakteristik :
Data Subjektif :
- Mual
Data objektif
- Kulit memerah
- Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
- Frekwensi nafas meningkat
- Kejang/ konvulsi
- Kulit hangat bila disentuh
- Takikardi

Intervensi Keperawatan :
a. Perawatan Fever
b. Temperatur regulation
c. Monitoring Vital Sign

Aktivitas keperawatan :
a. Perawatan Fever
- Monitor temperature tiap waktu sesuai indikasi
- Monitor insisibe water los
- Monitor warna kulit dan temperature
- Monitor tekanan darah, nadi, respirasi, sesuai indikasi
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor WBC, hemoglobin, dan nilai hematokrit
- Monitor intake dan output
- Monitor abnormalitas eletrolit
- Monitor keseimbangan asam basa
- Berikan antipiretik sesuai indikasi
- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
- Berikan tepid spong bed
- Tingkatkan pemberian cairan peroral
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Tingkatkan sirkulasi udara dengan menggunakan kipas angin.
- Berikan oksigen sesuai indikasi

Aktivitas keperawatan:
b. Temperatur regulation
- Monitor suhu minimal setiap 2 jam sesuai indikasi
- Gunakan alat untuk memonitor suhu secara kontinyu
- Monitor tekanan dara, nadi, pernafasan
- Monitor warna kulit dan temperature
- Monitor tanda dan gejala hipertermia
- Berikan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
- Berikan pengobatan yang diindikasikan untuk mencegah
- Berikan pengobatan antipiretik.
- Gunakan matras dingin dan tepid bath untuk merobah temperature

Aktivitas keperawatan :
c. Monitoring Vital Sign
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
- Monitor tekanan darah sebelum dan sesudah perubahan posisi.
- Monitor tekanan darah setelah pasien diberikan pengobatan
- Aukultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan
- Monitor tekanan darah nadi dan respirasi sebelum, selama dan sesudah aktivitas
- Monitor tanda gejala hipertermia
- Monitor karakteristik dan kualitas nadi
- Ukur nadi apical dan radial bersamaan dan catat adanya perbedaan
- Monitor respirasi rate dan ritme
- Monitor pulse oksimetri
- Monitor ketidak abnormalan pola nafas
- Monitor warna kulit temperature dan kelembaban
- Monitor sianosis sentral dan perifer
- Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan pada vital sign
- Cek secara periodic instrumentyang digunakan untuk mengambil data pasien.

Diagnosa Keperawatan 4
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan dalam status kesehatan
Defenisi : suatu keresahan perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau yang disertai respon otonomis sumbernya sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan kwatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Ini merupakan tanda bahaya yang memperingatkan tanda bahaya yang akan terjadi yang memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.

Karakteristik :
- Gelisah
- Insomnia
- Kontak mata yang buruk
- Afektif : cemas ketakutan, menderita, distress, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, irritabilitas
- Khawatir
- Fisiologis : imsomnia,gemetar, tremor, suara bergetar
- Parasimpatis: nyeri abdomen, penurunan tekanan darahPenurunan nadi, diare, pingsan, kelelahan, frekwensi berkemih, gangguan tidur , mual
- Simpatis : anoreksia, mulut kering, muka merah, berkeringat, tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pernafasan meningkat, reflek meningkat.
- Kognitif : konvulsi, sulit berkonsentrasi, kemampuan belajar menurun, mudah lupa, khawatir.

Intervensi keperawatan
a. Reduksi Ansietas
Aktivitas keperawatan :
a. Reduksi Ansietas :
- Lakukan pendekatan dengan tenang
- Jelaskan semua prosedur dan kondisi klien
- Pahami tentang stuasi pasien yang sangat membuat stress
- Dampingi klien untukmemberikan rasa tenang dan menurunkan ketakutan
- Kaji adanya peningkatan ansietas
- Berikan obat penenang sesuai order
















DAFTAR PUSTAKA

Dochterman,(2000) Nursing Interventions Classification (NIC),USA : Mosby
Doenges,(2000)Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Wilkinson, (2006) Buku Saku Diagnose Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC,Jakarta: EGC.

askep pada meningitis

Meningitis

Defenisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.

Pengkajian Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini orangtua harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul pada anak seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu anak untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.


Manifestasi Klinik
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
Sakit kepala, anak menjadi rewel
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
Anak merasa takut dan cemas.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik
Organisme


Penicilin G




Gentamicyn



Chlorampenikol
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci


Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Haemofilus Influenza
Terapi TBC
Streptomicyn
INH
PAS
Micobacterium Tuber culosis


ASKEP
PR



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

Analisa kritisi NCP Norfolk Univ

PEMBAHASAN

NCP Norfolk University
Kelebihan:
§ NCP dari Norfolk Univ. menggunakan bentuk yang telah general digunakan, yaitu menempatkan kolom pengkajian pada satu lembaran yang sama dengan kolom diagnosa keperawatan dan seterusnya. Hal ini memudahkan perawat untuk memvalidasi data dengan rencana dan implementasi hingga evaluasi.
Kekurangan:
§ Diagnosa keperawatan dilengkapi dengan alasan (rasional). Sebenarnya jika diamati rasional ini sama dengan data (subyektif maupun obyektif) yang terdapat pada kolom pengkajian. Sehingga terdapat pengulangan kalimat yang tidak perlu. Selain itu dalam aplikasinya membuat rasional membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga kurang tepat diterapkan di ruang pelayanan keperawatan.

NCP University of North Carolina Hospital
Kelebihan:
§ Memiliki dua buah kolom yang menandai tanggal ditemukan dan tanggal diselesaikannya masalah. Kolom ini sangat berguna sebagai kontrol terhadap tujuan asuhan keperawatan. Dengan adanya perbandingan tanggal ditemukan dan diselesaikan, maka perawat dapat melakukan analisa terhadap tindakan-tindakan yang telah maupun akan dilakukan
Kekurangannya:
§ Sayangnya NCP ini tidak dilengkapi dengan pengisian kolom tujuan dan kriteria hasil yang mengikuti kaidah SMART, sehingga tidak tertulis kapan kerangka waktu (TIME) batas pemenuhan kriteria hasil. Misal: klien akan mempertahankan bersihan jalan nafas dalam 4 jam, ditandai dengan suara nafas jelas bilateral, dst.
§ Tidak memiliki kolom rasional tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi dalam satu lembar kerja. Hal ini dapat menjadi masalah baru, yaitu efektifitas kerja perawat dan efisiensi kertas kerja. Dengan adanya beberapa lembar kertas NCP yang berbeda, perawat sulit untuk melihat kesinambungan dari setiap diagnosa (tidak praktis).


Kesimpulan
Untuk diterapkan dalam praktek keperawatan spesialis lebih baik menggunakan format NCP Norfolk University. Hal ini karena format ini cukup singkat dan memenuhi semua tahapan proses keperawatan. Lembar kerja yang tidak terpisah memudahkan perawat untuk melakukan evaluasi kerja. Sebagai saran kelompok berpendapat bahwa jika ditambahkan sumber referensi di akhir setiap rencana intervensi mungkin akan menambah kekuatan asuhan keperawatan.

Minggu, 02 Desember 2007

model konseptual keperawatan

FILOSOFI/ FALSAFAH KEPERAWATAN
Falsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris.

Falsafah keilmuan harus menunjukkan bagaimana pengetahuan ilmiah sebenarnya dapat diaplikasikan yang kemudian menghasilkan pengetahuan alam semesta, dalam hal ini pengetahuan keperawatan, sehingga falsafah keperawatan adalah keyakinan dasar tentang pengetahuan keperawatan yang mengandung pokok pemahaman biologis manusia dan perilakunya dalam keadaan sehat dan sakit terutama berfokus kepada respons mereka terhadap situasi.

Contoh dari falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995) :
Roy memiliki delapan falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme dan empat berdasarkan prinsip falsafah veritivity.
falsafah humanisme/ kemanusiaan “mengenali manusia dan sisi subyektif manusia dan pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu dan rasa menghargai”. Sehingga ia berpendapat bahwa seorang individu :
1. saling berbagi dalam kemampuan untuk berpikir kreatif yang digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi, mencari solusi
2. bertingkahlaku untuk mencapai tujuan tertentu, bukan sekedar memenuhi hukum aksi-reaksi
3. memiliki holism intrinsik
4. berjuang untuk mempertahankan integritas dan memahami kebutuhan untuk memiliki hubungan dengan orang lain
veritivity. Berarti kebenaran, yang bermaksud mengungkapkan keyakinan Roy bahwa ada hal yang benar absolut. Ia mendefinisikan veritivity sebagai “prinsip alamiah manusia yang mempertegas tujuan umum keberadaan manusia”. Empat falsafah yang berdasarkan prinsip veritivity adalah sebagai berikut ini. Individu dipandang dalam konteks
1. tujuan eksistensi manusia
2. gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
3. aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan-kebaikan umum
4. nilai dan arti kehidupan

MODEL KONSEPTUAL
Model konseptual tersusun atas ide-ide (konsep-konsep) abstrak dan umum, dan proposisi yang menspesifikasi hubungan antara keduanya. Model konseptual sangat penting sebagai landasan perkembangan disiplin keperawatan.

Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau skema yang menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu, kelompok, situasi, atau kejadian, terhadap suatu ilmu dan pengembangannya. Fenomena ini diklasifikasikan menjadi konsep, terdiri dari kata-kata yang mengandung citra mental dari sesuatu yang akan dijelaskan.
Konsep bisa berupa ide abstrak (seperti adaptasi, ekuilibrium) atau idea konkrit (misalnya bangku atau papan tulis). Karena itu model konseptual dapat dijabarkan sebagai serangkaian konsep dan asumsi yang berintegrasi menjadi suatu gambaran yang bermakna.

Model konseptual keperawatan menguraikan situasi yang terjadi dalam suatu lingkungan atau stresor yang mengakibatkan seseorang individu berupa menciptakan perubahan yang adaptif dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Model konseptual keperawatan mencerminkan upaya menolong orang tersebut mempertahankan keseimbangan melalui pengembangan mekanisme koping yang positif untuk mengatasi stressor ini. Melalui penjelasan tentang fenomena ini dan keterkaitan antara istilah umum dan abstrak maka model konseptual mencerminkan langkah pertama mengembangkan formulasi teoritis yang diperlukan untuk kegiatan ilmiah.

Model konseptual sering tersusun sebagai hasil dari pendalaman intuitif seorang ilmuwan terutama terjadi dalam lingkup keilmuan disiplin terkait. Sintesis yang terjadi dalam pengembangan skema konseptual baru sering mengakibatkan suatu hasil yang unik untuk lingkup keilmuan tersebut.

Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena ilmu keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai pribadi yang utuh dan unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukan hanya merupakan sumber awal masalah tetapi juga perupakan sumber pendukung bagi individu. Kesehatan merupakan konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan tentang kisaran sehat-sakit yang hanya dapat terputus ketika seseorang meninggal. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponen penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien)

Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga, masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi cara pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penenkanan pada sistem adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer.

Model konseptual mendefinisikan sehat sebagai kesaran sehat-sakit dari seseorang, dan lingkungan kondusif untuk pemulihan kesehatan. Model ini juga mengidentifikasi tujuan keperawatan yang biasanya menterjemahkannya dari definisi sehat yang dimaksud. Dalam konsep keperawatan juga terlibat suatu penjelasan tentang proses keperawataan dan pola pikir yang terbentuk dari konsep ini.

Sedangkan contoh model konseptual menurut Teori Adaptasi Roy adalah:
Model konseptualnya berbasis model konseptual adaptasi. Konsep kunci pada model konseptual Roy adalah manusia (person), tujuan, kesehatan, lingkungan dan aktifitas keperawatan. Dalam model konseptual teoris keperawatan akan menjabarkan pemikiran (idea) dan proposisi
manusia di konseptualisasikan sebagai sistem adaptif terbuka yang bersifat holistik, dimana terjadi proses pelayanan keperawatan, dan manusia sebagai penerima (recipient). Adaptif diartikan sebagai kapasitas yang dimiliki oleh manusia untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan manusia juga mampu mempengaruhi manusia. Roy menjelaskan yang disebut dengan person bisa individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan masing-masing sebagai holistic adaptasi system. Roy memandang orang secara menyeluruh atau holistik yang merupakan suatu kesatuan yang hidup secara konstan dan berinteraksi dengan lingkungannya, antara sistim dan lingkungan terjadi pertukaran informasi,bahan dan energi. Interaksi yang konstan antara orang dengan lingkungannya akan terjadi perubahan baik internal maupun eksternal, dalam menghadapi perubahan ini individu harus memelihara integritas dirinya dan selalu beradaptasi
Tujuan (goal) diartikan sebagai tujuan keperawatan untuk mendorong terjadinya proses adaptasi dalam 4 cara adaptasi yang kemudian memberi kontribusi terhadap keadaan kesehatan. Aktifitas keperawatan digambarkan oleh model adaptif Roy dengan meningkatkan respon adaptif pada situasi sehat atau sakit, perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi fokal, kontextual atau residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat bertindak untuk mempersiapkan klien mengantisipasi perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain
Kesehatan: didefinisikan sebagai “sebuah keadaan dan juga sebuah proses untuk berubah dan menjadi manusia yang utuh (integrated) dan menyeluruh (whole)”. Tujuan keperawatan untuk meningkatkan kesehatan seseorang dengan meningkatkan respon adaptif, energi yang bebas dari perilaku yang tidak efektif dapat dipakai untuk meningkatkan kesehatan.
Lingkungan didefinisikan sebagai “segala kondisi, keadaan dan pengaruh yang mengelilingi dan mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku manusia”
Aktifitas keperawatan “mengkaji tingkah laku dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adaptasi dan terjadi dengan cara mengelola stimuli focal, konstekstual dan residual.”

Contoh Grand theory adalah teori keperawatan menurut Roy.
Merupakan suatu teori yang mendasari terbentuknya teori lainnya yang masih terkait dengan teori tersebut. Contoh adalah teori adaptasi oleh Roy yang menjadi dasar teori lain.
Roy telah mengembangkan model adaptasi Roy menjadi sebuah teori yang dikenal dengan teori manusia sebagai sistem adaptif (Theory Of Person As An Adaptive System). Dalam teori ini konsep-konsep yang telah ada (yaitu: manusia, tujuan, kesehatan, lingkungan dan aktifitas keperawatan) mendapat tambahan konsep. Konsep tersebut adalah stimuli fokal, residual dan kontekstual.

aplikasi teori adaptasi dalam kasus discectomi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keperawatan memiliki body of knowledge yang berbeda dengan ilmu pelayanan kesehatan lainnya. Sebagai sebuah profesi mandiri, ilmu ini kemudian dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan profesi keperawatan saat ini tidak terlepas dari upaya ahli keperawatan yang mengembangkan berbagai konsep model teori keperawatan untuk memberikan arah bagi perawat dalam melaksanakan kegiatan praktek keperawatan.

Salah satu konsep dan teori keperawatan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut diatas adalah model adaptasi Roy. Secara garis besar teori ini memberikan penjelasan mengenai manusia (yang dijadikan fokus pelayan keperawatan) yang merupakan suatu sistim yang akan melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Adaptasi merupakan hasil akhir yang sempurna, yang diharapkan terjadi pada setiap manusia sebagai bagian dari sistem. Namun, karena perbedaan adalah sesuatu yang alami, dan manusia adalah sistem yang unik, maka hasil akhir yang sempurna ini tidak dapat selalu terjadi. Dalam hal ini peran perawat diharapkan untuk membawa manusia sebagai klien kepada hasil akhir yang terbaik yaitu keadaan adaptasi yang optimal.

Teori adaptasi ini membangkitkan banyak minat perawat untuk mengaplikasikannya dalam kegiatan praktek keperawatan karena apa yang dikemukakan dapat dilakukan pada berbagai level pelayanan dan pada klien dengan berbagai kondisi sehingga banyak membantu perawat untuk mendapatkan hasil pelayanan keperawatan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mencoba untuk mengaplikasikan model adaptasi Roy pada contoh kasus mulai dari tahap pengkajian perumusan diagnosa dan perencanaan intervesi keperawatan.

B.Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Dapat menjelaskan konsep adaptasi model dari Roy dalam kegiatan praktek keperawatan
Mampu menganalisa konsep model adaptasi Roy berhubungan dengan kegiatan praktek keperawatan
Dapat menerapkan konsep model adaptasi Roy pada pemberian asuhan keperawatan pada klien




























BAB II
TINJAUAN TEORI ADAPTASI MODEL CALLISTA ROY

Asumsi dasar model adaptasi Roy
Rambo dalam Vurgan (1984) mendiskripsikan asumsi dasar teori ini sebagai berikut :
Setiap individu memiliki integrasi keseluruhan dari komponen bio, psiko dan sosial yang berinteraksi secara konstan dengan lingkungan sekitarnya
Untuk menjaga keseimbangan homeostasis atau integritas seseorang harus melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi melalui kemampuan yang dimiliki sejak lahir atau diperoleh melalui pengalaman
Perubahan dari efek rangsangan pada individu terdiri dari tiga jenis yaitu focal, contextual dan residual stimuli
Individu mempunyai zona adaptasi berhubungan dengan kapasitas kemampuan respon terhadap rangsangan, kemampuan adaptasi setiap individu berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Setiap individu pasti berusaha keras untuk mempertahankan integritas fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependen mode
Kemampuan individu untuk menjaga kesehatannya tergantung dari energi yang dimiliki dan kemampuan untuk adaptasi yang positif terhadap stimuli, sehat dan sakit dilihat dari garis continuum pergerakannya kearah adaptif atau kearah maladaptif

Elemen Model Adaptasi Roy
Terdapat lima elemen keperawatan model adaptasi Roy :
1. Konsep Person (manusia yang menerima asuhan keperawatan)
Person adalah individu, keluarga, kelompok atau masyarakat luas dan masing-masing sebagai sistem adaptasi yang holistik. Roy memandang orang secara menyeluruh atau holistik sebagai suatu kesatuan yang hidup secara konstan dan melakukan interaksi yang menyebabkan terjadinya pertukaran informasi, bahan dan energi antara sistim dan lingkungan. Interaksi yang konstan ini akan menyebabkan perubahan baik internal maupun eksternal.

Tingkat adaptasi person tergantung dari stimulus yang diterima dan yang masih dapat diadaptasi secara normal, dimana rentang respon cukup luas bagi setiap orang dan
setiap tingkat adaptasi seseorang selalu berubah. Hal tersebut dikarenakan pengaruh oleh mekanisme koping yang dimiliki orang tersebut.
Roy menggunakan mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistim, beberapa mekanisme koping diwariskan dari genetik seperti sel darah putih sebagi sistim pertahanan tubuh dan yang lain berasal dari pelajaran seperti penggunaan antiseptik. Roy memperkenalkan konsep ilmu keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang terdiri dari Regulator dan Cognator yang merupakan sub sistim dari mekanisme koping.

Sub sistim regulator mempunyai komponen input, proses internal dan output serta umpan balik. Input stimulus bisa internal atau eksternal, transmiter regulator sistin adalah kimia, neural dan endokrin, autonomik reflek adalah respon neural dalam brain stem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sub sistim. Contoh proses regulator adalah bila ada stimulus yang berbahaya dari luar diterima dan dikirim melalui syaraf optik ke pusat otak dan pusat otonomi otak maka efek dari saraf simpatik adalah peningkatan tekanan darah dan meningkatnya denyut jantung.

Sub sistim cognator berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan memori belajar berkorelasi dengan proses imitasi reinforcement dan insight, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berhubungan dengan penilaian atau analisa, sedangkan emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

Empat fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari :
Mode fungsi fisiologis meliputi
Oksigenasi menjelaskan pola penggunaan O2 sehubungan dengan respirasi dan sirkulasi
Nutrisi menjelaskan pola-pola nutrient (zat gizi) yang digunakan untuk memperbaiki sel tubuh dan perkembangan
Eleminasi menjelaskan pola-pola eliminasi BAB dan BAK
Integritas kulit menjelaskan pola-pola fungsi fisiologis kulit
Indra sensori menjelaskan fungsi sensori perceptual sehubungan dengan informasi pengelihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan penciuman
Cairan dan elektrolit menjelaskan pola-pola fisiologis cairan dan elektrolit
Fungsi neurologis menjelaskan pola-pola neural kontrol, pengaturan dan intelektual
Fungsi endokrin menjelaskan pola-pola kontrol dan pengaturan termasuk respon stres dan sistim endokrin.

Mode konsep diri
Mode konsep diri mengenali pola-pola nilai, kepercayaan, dan emosi sehubungan dengan ide-ide pribadi. Perhatian ini diberikan kepada fisik personal dan moral etik pribadi

Mode fungsi peran
Mode fungsi peran mengenali pola-pola interaksi sosial seseorang dalam hubunganya dengan orang lain yang dicerminkan oleh peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada peran identitas dan peran keunggulan

Mode Interdependen
Mode ini mengenali pola-pola manusia tentang nilai kasih sayang, cinta kasih dan ketegasan dimana proses ini melalui hubungan interpersonal pada tingkat perorangan atau kelompok

2. Tujuan keperawatan
Tujuan keperawatan menurut Roy adalah untuk meningkatkan respon adaptasi dalam hubunganya dengan empat mode adaptif. Respon adaptif mempunyai pengaruh positif tehadap kesehatan. Perubahan internal dan eksternal, stimulus, status koping seseorang adalah elemen lain yang bermakna dalam proses adaptasi, tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh fokal, contextual dan residual stimuli.

Fokal stimuli adalah stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang yang mempunyai pengaruh kuat pada seseorang, contextual stimuli adalah semua stimulus yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi yang dapat diukur, diobservasi dan secara subyektif dilaporkan. Residual stimuli adalah ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi.

3. Konsep Sehat
Sebelumnya Roy mendefinisikan sehat sebagai rangkaian kesatuan dari paling sehat sampai kematian tetapi kemudian direvisi sebagai suatu keadaan dan proses terintegrasi didalam tubuh seseorang secara keseluruhan. Integritas seseorang diekspresikan melalui kemampuan memenuhi tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi, dan keunggulan. Perawat menggunakan konsep model adaptasi Roy tentang konsep sehat sebagai tujuan mengetahui perilaku seseorang.

4. Konsep Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai semua kondisi, keadaan, dan pengaruh sekitar yang mempengaruhi perkembangan perilaku seseorang atau kelompok. Stimulus lingkungan internal dan eksternal merupakan area studi keperawatan.

5. Kegiatan keperawatan
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum.

Pada pengkajian tahap pertama mengumpulkan data perilaku output seseorang sebagai sistim adaptasi dihubungkan dengan empat adaptif mode yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen. Pengkajian tahap pertama berkenaan dengan pengkajian perilaku.

Pengkajian tahap kedua setelah perawat menganalisa tema yang timbul pada pola perilaku klien yang diperoleh pada pengkajian tahap pertama untuk mengidentifikasi respon tidak efektif atau atau respon adaptif yang diperlukan untuk mendukung tindakan perawat. Fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang fokal, kontextual dan residual stimuli yang mempengaruhi klien, terdiri dari faktor genetik,seks, tahap perkembangan, obat-obatan, alkohol, rokok, konsepdiri, fungsi peran, interdependen, pola interaksi sosial, mekanisme koping, stres fisik dan emosional, orentasi budaya, agama dan lingkungan fsik.

Diagnosa keperawatan, Roy menjelaskan tiga metode untuk membuat diagnosa keperawatan. Pertama menggunakan typologi diagnosa sesuai dengan adaptasi mode, kedua dengan mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus, ketiga adalah menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama.

Tujuan keperawatan adalah akhir perilaku yang diharapkan dapat dicapai oleh seseorang. Tujuan jangka pendek adalah mengidentifikasi perilaku yang diharapkan klien setelah memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli keadaan perilaku klien yang mengindikasikan regulator atau cognator klien, sedangkan tujuan jangka panjang dibuat untuk menggambarkan resolusi adaptasi terhadap masalah dan tersedianya energi untuk mencapai tujuan yaitu kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

Evaluasi keperawatan model Roy didasarkan pada perilaku yang diharapkan dibandingkan perilaku yang ditunjukkan seseorang apakah bergerak kearah pencapaian tujuan atau keluar dari tujuan yang ditentukan.penilaian kembali tujuan dan intervensi dibuat berdasarkan hasil evaluasi








BAB III
APLIKASI TEORI

Studi kasus :
Ibu X, 50 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter, Ibu X dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi).
Pasca pembedahan setelah sadar dan dibawa ke ruang perawatan, Ibu X merasakan nyeri berkurang. Meskipun tidak dibatasi pergerakannya, klien merasa takut bergerak dan melakukan kegiatan kebersihan pribadi (personal hygiene). Klien takut berjalan, merasa takut dan cemas akan keadaannya pasca pembedahan.

Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu X melakukan aktifitas 12 jam perhari, makan tidak terlalu mempermasalahkan kandungan gizi atau pembatasan yang penting makan tidak pernah menggunakan terlalu banyak minyak goreng dan tidak terlalu suka yang manis. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah raga bermain tenis dan jalan pagi setiap hari Ahad.

Hasil pemeriksaan didapatkan data TD 120/90mmHg, nadi 100x/menit, respirasi 32x/menit dan suhu 37,5oc, wajah menampakkan ekspresi cemas.

Ibu X adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Ia bertanya mengenai kemungkinan adanya kelumpuhan pada dirinya setelah dilakukan operasi, dan mengungkapkan kekhawatiran mengenai perubahan penampilan (punggung menjadi bungkuk, jalan menjadi timpang) yang akan mempengaruhi persepsi pelanggannya yang kelak akan berakibat pada kegiatan penjualan tokonya.



Asuhan keperawatan berdasarkan aplikasi teori Roy
1. Pengkajian tahap pertama
Pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu X sebagai sistim adaptasi dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan interdependen.

Pada pengkajian tahap pertama pada Ibu X didapatkan data :
Mode fisiologis
Mode
Konsep diri
Mode
Fungsi peran
Mode
Interdependen
S: Menyatakan gerakan- nya terbatas
O: klien nampak ragu-ragu bergerak dan banyak diam di kursi atau bed

S: cemas akan terjadi perubahan penampilan
O: Tampak cemas

- Takut terjadi kecacatan




- Rendah diri terhadap penampilanya
Tidak berd penampilanya



2.Pengkajian tahap ke dua
Setelah mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya melakukan pengkajian tahap kedua yang meliputi fokal, kontextual dan residual stimuli.
Pengkajian tahap dua pada Ibu X didapatkan data :
Mode
Behavior
Fokal
Contextual
Residual
Istirahat dan aktifitas











Tidur sering terbangun dan keterbatasan beraktifitas









Kekurangan istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan menghambat proses recovery sedangkan keterbatasan aktifitas dapat menyebabkan ketergantungan ADL
Rasa nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur sedangkan post op discectomi membutuhkan sedikit pengaturan aktifitas













Self Konsep
Phisical self





Personal self
Penurunan konsep diri body image takut terjadi kecacatan



Rendah diri tehadap penampilannya
Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian fungsi normal dari kaki

Takut ke-beradaannya menjadi beban orang lain


Fungsi peran
Peran primer



Peran tersier





Kehilangan hoby bermain tenis setiap minggu






Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk berobat











Interdepen- dence
Keterbatasan kebebasan di rumah sakit
Kesepian, terbatasnya interaksi dengan keluarga dan kolega
Adanya jadwal berkunjung dari rumah sakit


3. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh Roy melalui tiga cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode dengan stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
Kecemasan dan ketakutan berhubungan dengan :
- Penurunan konsep diri body image dan harga diri

4. Intervensi
Tgl
Problem aktual/resiko
Hasil yang diharapkan
Tindakan keperawatan

Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
- Klien dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
- Dengan keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
- Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai dengan program perawatan
- Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
- Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuan


Cemas dan ketakutan berhubungan dengan :
- penurunan konsep diri body image dan harga diri

Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya dan mau mendiskusikan untuk mencari alternatif pemecahan
- Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu memecahkan permasalahan klien
- Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
- Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan dengan benar
- Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien


















BAB IV
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori
Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan RS pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan permasalahan fisiologis dan psikologis, sesuai dengan karakteristik teori oleh George (1995) bahwa teori harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah klien dari yang sederhana sampai yang komplek.

Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan perencanaan tindakan dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai respon yang sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.

B. Aplikasi teori
Pendekatan adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada klien dengan gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan karena observasi terhadap respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak efektif dapat dilakukan dengan lebih teliti dan dalam waktu yang cukup.

Aplikasi model asuhan pada contoh kasus agak sulit untuk dilakukan karena selama ini kurangnya pengalaman dalam aplikasi model asuhan dari Roy, akan tetapi setelah mencoba untuk mengaplikasikan pada contoh kasus sangat membantu untuk merumuskan diagnosa dan intervensi, pada perumusan diagnosa kita dapat melakukan dengan berbagai macam pendekatan. Hal ini karena Roy menawarkan berbagai alternatif yang memudahkan sesuai kasus. Pada intervensi dapat dihindarkan terjadinya duplikasi rencana tindakan karena rencana tindakan dapat dipadukan dari berbagai sumber pengkajian yang sangat lengkap sehingga rencana dapat dibuat ringkas, terarah dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan klien.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Elemen Teori adaptasi model dari Roy tetap berada pada kerangka teori keperawatan yang terdiri dari konsep manusia (person), konsep sehat, keperawatan dan arah kegiatan keperawatan serta lingkungan yang saling berhubungan yang mempunyai perbedaan dengan teori keperawatan yang lain pada aplikasi pemberian asuhan pada klien
2. Agar dapat melakukan pengkajian dengan lengkap dan terarah perawat yang mengaplikasikan teori Roy perlu untuk latihan dan mencoba secara terus menerus karena letak kesulitan aplikasi teori adalah untuk pengelompokan data yang berasal dari mode adaptasi dan data fokal, kontextual dan residual stimuli yang mempengaruhi klien
3. Teori adaptasi model Roy dapat diaplikasikan pada semua tatanan pelayanan keperawan dengan berbagai kondisi klien dengan mudah, ringkas dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan klien.

B. Saran
1. Hendaknya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien mencoba mengaplikasikan salah satu teori keperawatan terutama aplikasi teori yang masuk Grand Theory.
2. Untuk mengaplikasikan teori adaptasi model dari Roy perawat perlu latihan untuk melakukan ketrampilan pengkajian karena pengkajian adaptasi model Roy ada dua tingkatan.
3. bagi mahasiswa keperawatan untuk mendapatkan keterampilan aplikasi sesuai teori keperawatan, hendaknya muali dikenalkan sejak awal praktik klinik







DAFTAR PUSTAKA

Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London, William Heinemann Medical Books

Fitzpatrick , J.J, Wall, A.I.(1989). Conceptual models of Nursing: Analysis And Application (2nd ed),California : Appleton & Lange

George J.(1995), Nursing Theories: The Base Professional Nursing Practice (4th ed), California : Appleton & Lange.

Mariner, A.(1998).Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott: Raven Publisher